16/11/10

Notes cantik warna merah muda

            Hari ini tanggal 15 April 2010. Lusa kemarin baru saja terjadi gempa dahsyat yang mengguncang kotaku, Padang. Aku-pun ikut menjadi korban. Ayah dan adikku tertimpa bangunan jadi harus dirawat dirumah sakit. Jadi, aku ditempat pengungsian hanya bersama orang-orang lain dan ibuku. Ibu bilang, “kita pulang hari ini ya, nak!”, aku hanya terdiam dan menuruti kata-kata ibu. Sebenarnya aku masih takut jikalau gempa mengguncang lagi. Orang-orang mengira gempa hanya mengguncang kami 2 kali. Tapi, sebenarnya gempa sudah mengguncang 5 kali, hanya saja tidak terlalu besar jadinya tak terasa.

            Pukul 09.00 pagi. Seusai sarapan ditempat pengungsian, aku dan ibu pergi meninggalkan tempat menuju kedesa kami. Begitu sampai di desa, rumah kami sudah rusak parah. Aku meneteskan 1-2 tetes air mata mengingat rumah ini adalah rumah yang dibangun oleh om Jamil dan ayah. Tapi, om Jamil meninggal akibat gempa kemarin. Padahal om Jamil adalah orang yang paling baik sama aku. Om Jamil adalah kakak kembar ibu. Ibu menangis sambil memegang reruntuhan rumah kami. Lalu ibu berkata, “nak... Ternyata... Rumah kita sudah rusak parah.. Kamu boleh pergi jalan-jalan sebentar kok, ibu lagi mau sendirian...”, ”bu...”aku ingin membantah tapi terputus. ”Sudahlah, pergi saja. Temani teman-temanmu yang lain yang masih ada di tenda pengungsian.”suruh ibu. ”i...iya...”aku menjawab dan langsung pergi menuju tenda pengungsian untuk bermain bersama teman-teman yang lain.

            Diperjalanan menuju tenda pengungsian, aku menemukan sebuah notes merah muda yang cantik. Ingin kuambil itu, tapi, ini pasti punya orang. Aku menengok ke belakang dan bingung menentukan pilihan. Mau kuambil atau tidak? Tapi akhirnya, aku memutuskan untuk mengambilnya. Kubawa notes itu ke tenda pengungsian.

            Di tenda pengungsian, aku bermain bersama dengan Yeni. Yeni tinggal bersama ayahnya, tapi, semenjak gempa kemarin Yeni hanya tinggal di tenda pengungsian sendiri dengan warga yang lain. Karena kaki ayahnya harus diamputasi dan masih belum boleh keluar dari rumah sakit. Oh iya, sebenarnya Yeni bukan sekedar teman. Tapi saudara tiri. Ibu menikah dengan ayah, dan ayahnya Yeni. Karena mendapat amanah dari almarhumah ibu Yeni. Di surat itu tertulis, Keke, kalau penyakitku ini tidak sembuh... Tolong menikahlah dengan suamiku. Aku tahu kau sudah punya suami, tapi kumohon! Menikahlah dengan suamiku. Ayah mengizinkan, karena sejak SMA sebenarnya Ayah, Ayah Dimas (ayah kandung Yeni), Ibu, dan ibu Yeni sudah bersahabat. Dulu ayah Dimas pacaran dengan ibu. Tapi, semenjak ibu kuliah di Chilli, mereka terpaksa putus. Begitu ibu pulang ke Indonesia, ayah Dimas sudah menikah dengan ibu Yeni.

            Tak terasa, aku sudah 1 jam bermain bersama Yeni. Aku berpamitan dengan Yeni, ”Yen, aku mau pergi dulu. Kasihan ibu dirumah sendirian.” ”Iya, Rah. Nanti main lagi ya!”jawab Yeni sambil melambaikan tangan kearahku yang sudah mulai berjalan keluar.

            Sampai dirumahku yang sudah hancur, kulihat ibu sedang tertidur diatas tepat tidur kami yang tidak hancur, karena tempat tidur kami terbuat dari jati. Aku mencium pipi ibu, lalu tidur disamping ibu.

            Saat sudah bangun. Aku teringat akan notes cantik berwarna merah muda itu. Kucari-cari notes itu, tapi tak ketemu.

            Esoknya. Yeni datang kerumahku dan sepertinya dia membawa seseuatu tapi disembunyikan dariku. Lalu, Yeni membuka mulut dan mengucapkan, ”Happy Birthday ya Rahmi!”ia mengucapkan itu sambil menunjukkan notes merah muda cantik yang kucari-cari itu. Lalu aku bertanya pada Yeni, ”Ke...kenapa notes itu ada dikamu Yen?”Yeni tersenyum dan menjelaskan padaku. Ia bilang, ”tanggal 13 pagi hari kemarin, aku membeli notes ini bersama ayah karena lusa kamu ulang tahun. Aku memutuskan untuk membungkusnya nanti siang. Tapi gempa mengagetkanku yang sedang bermain playstation. Aku langsung pergi keluar bersama ayah tak memikirkan harta benda lagi. Terus kemarin, kamu meninggalkannya di tenda pengungsi kan? Aku pikir, ah mana mungkin notes ini jalan sendiri. Pasti Rahmi meninggalkannya disini. Kebetulan saja jadinya aku lebih gampang untuk memberimu hadiah ini tak perlu mencari lagi. Sekali lagi, Happy Birthday ya Rahmi!”jelas Yeni blak-blak-an. Aku tersenyum dan sejak itu, entah kenapa tiba-tiba saja trauma-ku atas gempa kemarin jadi hilang. Ini berkat Yeni dan notes cantik merah muda ini yang menguntungkan aku dan Yeni!

*Ini lanjutan cerita dari yang "13 April 2010" ini chapter ke-4nya :)

13 April 2010

Novel "Kiamat Sudah Lewat" yang baru saja kubaca tadi sepulang sekolah (16, November 2010), membuatku jadi ingin membuat novel. Aku membaca kisah tentang anak-anak korban bencana Aceh.. Ada yang lebih muda dariku dan ada juga yang lebih besar dariku. Disitu ada 20 kisah dan juga lukisan bikinan mereka. Aku sampai menangis bacanya. Sebenarnya novel itu sudah lama ada dirumahku. Oh ya, dari novel itulah aku jadi ingin membuat novel berjudul "13 April 2010" memang belum  selsesai sih, tapi do'akan ya moga2 beneran bisa diterbitkan langsung aja nih! Aku baru bikin 3 chapter. Selamat menikmati!


13 April 2010...

Karena puzzle "menara Eiffel"

         Sehari sebelum bencana besar melanda kami, puzzle yang berbentuk bangunan menara “Eiffel” itu masih tampak kokoh didalam lemari kaca, dirumah kami. Aku memandanginya sambil berkata dalam hati, “Aaaah… Andai saja aku bisa ke Prancis….”. Ibu menghampiriku dan bertanya, “Maia, kamu sedang ngapain?”. “Eeeh…eeh…”aku kaget. “Kenapa? Kamu membayangkan negri Prancis ya?”tanya ibu yang kemudian duduk disebelahku. “Ya, aku ingiiiiin sekali pergi ke Prancis, bu!”aku menjawab. “Tenang saja, ibu do’a-kan kelak pasti kamu bisa kuliah di Prancis!”ibu menyemangatiku sambil menepuk punggungku. “Ya! Do’a-kan aku ya bu!!!!!”kataku dengan gembira.

            Esoknya, tanggal 13 April 2010. Ayah berangkat kerja, kak Yessi berangkat kuliah, aku berangkat pergi sekolah, dan ibu menunggu dirumah berdua bersama adik Wawan. Oh iya, aku lupa memperkenalkan diri! Namaku Maia Sri Utami (10), punya kakak perempuan bernama Hanifa Yessi Utami (20), punya adik laki-laki namanya Gunawan Tri Utama (2), Ibu Ifi Yuliana Utami (40), Ayah Ridwhan Supriyadi Utama (41).

            Tepat pukul 13.00 siang, aku dan masyarakat setempat dikagetkan dengan guncangan gempa berkekuatan 6,5 skala richter yang mengakibatkan gedung timur sekolahku rusak. Aku, teman-teman, dan para guru segera keluar dari sekolah dan lari menuju lapangan. Murid-murid banyak yang menangis terutama anak-anak kelas 1 & 2. Aku hanya meneteskan 1 atau 2 tetes air mata. Dalam hati aku berkata, “Ya Allah, selamatkanlah orang-orang yang menyayangiku dan juga orang-orang yang kusayangi, aku, dan juga para makhluk hidup yang disekitar mereka dan juga aku dari gempa ini….”. Aku sangat ketakutan, padahal cuaca tadi pagi cerah, kemana perginya cuaca yang cerah tadi? Akhirnya 25 menit kemudian gempa berhenti. Khawatir gempa susulan, para guru mempersilakan para murid untuk pulang ke rumah karena takut gempa susulan akan lebih besar, dan membuat para murid terpisah dari keluarganya.

            Sesampainya dirumah, aku melihat rumahku sudah rusak parah! Padahal rumah warga yang lain tidak rusak terlalu parah. Mungkin karena rumahku hanya dibangun dengan tembok tipis, dan rumahku juga sudah tua. Aku-pun panik, dan langsung mencari-cari Ibu dan adik Wawan. Ternyata mereka ada dibawah tempat tidur jati di kamar ibu dan ayah. Aku-pun menarik mereka berdua, dan langsung memeluk ibu mau-pun adik Wawan. Kasihan adik Wawan yang masih kecil... Ia trauma dan menangis. Bu Rina tetanggaku datang ke rumah dan terkaget-kaget melihat keadaan rumah kami. ”Ya Allah! Kalian tidak apa-apa?”tanya bu Rina dengan ekspreksi muka khawatir. Ibu menjawab, ”tak apa-apa... Kami tak apa-apa kok!”, bu Rina menelan ludah dan langsung menyuruh kami pergi kekantor ayah dan universitas kak Yessi. ”Pergilah! Pergilah ketempat nak Yessi dan suamimu! Biar aku yang jaga rumahmu!!!”suruh bu Rina. ”Ta... Tapi......”ibu membantah namun terputus. Aku-pun langsung berlari ke rumah dan mencari-cari lemari kaca yang mungkin sudah pecah. Kucari-cari lemari itu, dan kemudian, aku menemukan lemari itu masih berdiri kokoh. Dan akhirnya aku mengambil puzzle menara eiffel, lalu pergi sambil menggandeng tangan ibu.

            Diperjalanan menuju kantor ayah (saat itu kami sudah bersama kak Yessi), kami dikagetkan dengan hujan yang deras, tapi untunglah jarak kantor ayah saat itu sudah 100 meter dekatnya. Kami segera memanggil ayah dan mengajaknya untuk keluar dari kantor. Kami berteduh di halte bus. Namun baru beberapa menit kami berteduh, kami dikagetkan dengan gempa yang lebih besar lagi. Gempa berkekuatan 7,3 skala richter mengguncang kami semua. Ibu membawa adik Wawan pergi ke arah selatan, sedangkan ayah menggandeng tangan kak Yessi ke arah Timur. Kak Yessi, ibu, maupun ayah yang tak sempat menggandeng tanganku-pun sudah pergi jauh. Aku bingung seorang diri. Tapi, tiba-tiba ada seorang om-om yang menggandeng tanganku lalu mengajakku lari kearah utara. Ternyata itu adalah om Rudi! Ia mengajakku pergi kejalan menuju desa yang lumayan jauh (sih) dari kota itu. Jaraknya sekitar 2 km. Gempa masih terasa tapi tidak sekencang saat kami ada di kota. Hujan dan gempa-pun berhenti. Om Rudi bertanya kepadaku, ”Maia kamu tidak apa-apa?”, ”tidak apa-apa om. Tapi.... Bagaimana dengan ibu, ayah, kak Yessi, dan adik Wawan? Juga teman-teman, guru-guru, para tetangga Maia apakah mereka tak apa-apa? Tante Selvi juga....”aku menjawab sekaligus bertanya balik. ”Tidak apa-apa. Om yakin, mereka pasti akan selamat. Lebih baik kamu berhenti menangis agar mereka juga tidak sedih.”Jawab om Rudi yang berusaha menenangkanku.

            Esoknya, tanggal 14 April 2010. Begitu kubuka mataku yang baru saja bangun dari tidurku, ternyata aku sudah ada di tempat pengungsian. Gempa yang kemarin berlangsung lumayan lama, makanya mungkin pemerintah khawatir terjadi gempa susulan yang ketiga jadinya membuat tenda pengungsian yang lumayan jauh dari lokasi gempa. Walaupun aku belum bertemu dengan keluarga kandungku hanya bersama om Rudi, tapi aku bersyukur karena Allah belum menghendaki aku untuk meninggal. Dalam hati aku berkata, ”terima kasih Ya Allah, Alhamdullilah aku masih diselamatkan olehmu. Semoga ibu, ayah, kak Yessi, adik Wawan, teman-teman, guru-guru, para tetangga, tante Selvi, dan yang lainnya juga selamat. ”Dik, mau ini?”tiba-tiba saja ada seorang kakek-kakek yang menawariku mi Indomi. Aku-pun sungkan menerimanya karena melihat wajah si kakek, rasanya ia juga lapar. Tapi kakek itu-pun kembali berkata ”tak usah sungkan! Kakek masih punya 1 nih!”, melihat si kakek menunjukkan semangkuk mi indomi lagi di tangan kirinya, aku-pun langsung menerimanya dan mengucapkan, ”terima kasih kek!”. Kakek itu tersenyum lalu meninggalkanku sambil berkata ”semoga lekas sembuh dari traumanya dik!”, aku-pun membalasnya dengan senyuman sambil melambaikan tangan ke arah kakek itu. Kulihat om Rudi masih tertidur. Aku melihat ke arah belakang, rupanya banyak orang yang mengantri demi mengambil mi indomi ini. Karena khawatir om Rudi tidak akan kebagian mi ini ketika terbangun, jadi aku memutuskan untuk menyisakan mi ini untuk om Rudi. Setelah selesai makan, aku teringat kembali akan bangunan puzzle menara eiffel yang kubuat berdua bersama ibu. Tak kusangka! Saat aku sedang mencari-carinya, aku melihat bangunan itu ada di tengah-tengah para pengungsi. Aku segera berjalan menuju bangunan puzzle menara eiffel itu. Dan ketika sudah dekat, apa yang kulihat ini adalah sebuah mimpi? Kulihat ayah dan kak Yessi sedang duduk sambil memakan mi indomi. ”Ayah, kak Yessi?! Ini bukan mimpi-kan?!”tanyaku seolah-plah tak percaya. ”Maia?!”tanya mereka berdua serempak. Aku-pun langsung memeluk mereka berdua. ”Maia, Yessi, Ridwhan!!!”teriak seseorang yang ternyata adalah ibu. ”Ibu, Wawan?!”tanyaku berbarengan dengan kak Yessi. ”Ana, Wawan?!”tanya ayah seolah-olah tak percaya. ”Syukurlah!!!!! Ibu melihat puzzle menara eiffel ini dan ibu langsung berjalan kearah sini”kata ibu bahagia sambil memeluk kita semua. Tak lama kemudian om Rudi menuju kearah sini berbarengan dengan tante Selvi. Ternyata..... Ini semua karena puzzle menara!.

Komikus Relawan

        Namaku Cut Alia Septiani Putri, umur 6 tahun. Aku ini adalah penggemar komik-komik Jepang. Cita-citaku menjadi seorang komikus! Hehehe. Hari ini tanggal 9 April 2010. ”Bunda!”panggilku. ”Lihat-lihat! Septi bisa menggambar Yui Takahashi!”kataku sambil menunjukkan gambar yang baru saja kugambar. ”Yui Takahashi? Siapa itu nak? Wah, iya, ya mirip!”puji bunda yang kebingungan dengan nama Yui Takahashi. ”Uuuuuft! Yui itu tokoh dalam komik paradise, paradise karya Mika Asahina!”aku kesal karena bunda tak mengerti maksudku. ”Aduuuuuh! Sayang, bunda-kan bukan ahlinya komik.....”bunda mengeluh. ”Huuh! Tetap saja dong! Septi kesal!”aku marah. ”Ngomong-ngomong, Septi... Bapak kan nanti sore akan pulang dari Heidiberg terus besok bunda bakal mengadakan syukuran umroh, lusanya tanggal 12 bunda dan bapak bakal pergi umroh deh.... Septi nggak apa-apakan dirumah berdua dengan mbak Winda?”jelas ibu. ”Iya, nggak apa-apa kok... Karena itu memang impian bunda dan bapak! Jadi Septi nggak akan melarang, Septi malah senang kok kalau impian Bunda dan bapak terwujud...”aku menjawab. ”Septi memang anak baik! Nanti mas Dino juga bakal tinggal disini kok sampai bunda dan bapak pulang”jelas ibu lagi. ”Wah, yang benar?! Horeeeee, ada mas Dino!!!!!!!!! Oh iya, bun ngomong-ngomong Heidiberg itu apa ya?”tanyaku. ”Itu nama kota di Jerman”Jelas ibu kembali. ”Ooh...”Aku-pun menjawab. ”Bunda! Sudah ya, aku mau gambar diluar mau gambar background buat Yui Takahashi! Backgroundnya laut, pasti cakep, iya kan bun?”tanyaku. ”Ya”jawab bunda sambil tersenyum. Kebetulan rumah kami dekat laut.

            Lusa, 12 April 2010. Bunda dan Bapak pergi meninggalkan rumah. Mas Dino datang kesini untuk menjagaku, karena mbak Winda sibuk dengan pekerjaannya. Bunda dan bapak pergi naik pesawat jam 04.00 dini hari jadi berangkat dari rumah pagi sekali. Waktu sudah menunjukkan pukul 06.45, aku segera berangkat pergi ke sekolah diantarkan oleh mas Dino. Disekolah aku mendapat surat dari bu guru, begitu pulang ke rumah aku menunjukkannya kepada mbak Winda.

Isinya adalah:*

 Mbak Winda-pun berkata, ”iya, kemarin mbak juga nonton di tv. Katanya berpotensi tsunami kecil, untuk yang tinggal didekat laut harus waspada.”, “oh...oh ya?! Kalau begitu kita harus mengungsi dong!”suruhku panik. Tiba-tiba mas Dino datang dan berkata, ”kalau begitu ayo kita kerumah mas Dino di desa sebelah”, ”Eh? Tapi kan....”mbak Winda mencoba membantah. ”Iya, ya! Desa mas Dino-kan jaraknya jauh dari sini, kita kemas-kemas barang yuk!”ajakku. ”Beneran nih Septi?”tanya mbak Winda. ”Iya! Aku mau kemas-kemas ahhh....”jawabku sambil berjalan kearah kamar. Mas Dino-pun tersenyum, lalu langsung meninggalkan mbak Winda. Mbak Winda bingung, ia menelepon bunda.
Mbak Winda: Halo, Assalamualaikum. Bu Fani! Winda nonton di televisi, kata BMKG kota Padang akan dilanda gempa yang cukup besar.
Bunda Fani   : Waalaikumsalam. Heh?! Yang benar kamu Winda?
Mbak Winda: Iya, bu. Terus mas Dino mengajak kita untuk mengungsi ke rumahnya, bagaimana dong?
Bunda Fani   : Oh, ya sudah segeralah kemas-kemas daripada kalian kena gempa. Sewa mobil box pak Wisnu (tetangga) nanti uangnya saya ganti. Kosongkan rumah ya!
Mbak Winda: Baik, bu! Wassalamualaikum.
Bunda Fani   :Iya, Assalamualaikum.
            Selesai menelepon mbak Winda-pun menyewa mobil box milik pak Wisnu, lalu rumah dikosongkan.

            Esoknya, 13 April 2010. “Wah.... Tidak ada tanda-tanda mau gempa tuh! Malahan langit cerah”Kataku saat sedang sarapan dirumah mas Dino. Kebetulan rumah mas Dino itu tidak ada barang sama sekali. Cuma sedikit, jadi kami bisa menaruh barang-barang milik kami dengan bebas.

            Pukul 13.00 siang. Saat aku terbangun dari tidur siangku. Aku merasakan kalau rumah mas Dino bergoyang. Aku segera keluar dan bertanya pada mas Dino yang ada di ruang tv. ”Mas Dino... Ini kenapa ya? Kok rasanya rumah ini bergoyang?Ngomong-ngomong mbak Winda belum pulang ya?”tanyaku. ”Mungkin masih jualan kue disana”jawab mas Dino. ”Terus kenapa lampunya juga goyang ya mas?”tanyaku kembali. ”Jangan-jangan gempa?!”Tanya balik mas Dino. ”APA?! NGGAK MUNGKIN!”aku terkaget. Aku segera menaiki sepedaku dan menuju ke desaku. ”Tunggu, Septi! Kita tinggal disini untuk ngungsi! Tapi kenapa kamu malah balik kesana?!”panggil mas Dino. ”AKU MAU MENOLONG MBAK WINDA!!!!!!!!!!!!!”Jawabku. ”Ya Allah, selamatkanlah mbak Winda! Apalagi rumah kami sangat dekat dengan laut...”Kataku dalam hati. Saat sampai di desaku tanah bergetar sangat kencang rumah-rumah juga sudah ada yang rusak. Aku takut mbak Winda nggak selamat. Tapi saat aku melihat ketempat dimana mbak Winda biasa berjualan, disana tidak ada siapa-siapa! Kios kuenya-pun tak ada. Aku mencari-cari mbak Winda, tapi tetap tidak ketemu. 5 menit kemudian gempa berhenti. Aku tetap mencai-cari mbak Winda. Tiba-tiba ada suara minta tolong dari arah belakangku. ”Toloooong.... Se...septi ya? Tolong aku.......”, ”si...siapa?”aku bertanya sambil membalikkan tubuhku. Tenyata itu Eva! Eva sahabatku! ”Eva kamu tidak apa-apa? Aduuuh! Bagaimana ini kakimu tertimpa pohon tumbang!! TOLONG!”teriakku panik. ”ti....dak mungkin ada orang.... Mereka... Pasti ma....sih ada di lapangan”kata Eva sambil merintih kesakitan. Aku-pun berusaha menolong Eva. ”Ya, Allah tolong hamba-Mu ini ya Allah!” dalam hati aku berkata begitu. Akhirnya aku mengucapkan kata suci Allah sambil mengerahkan segenap kekuatanku mengangkat pohon tumbang itu. ”LAILAHAILLALAH!!!!!!!!!!!!”. Tiba-tiba pohon itu terangkat dan kaki Eva tidak terjepit lagi. ”Eva, syukurlah!”teriakku gembira. ”Ya, ini berkat kamu! Makasih!”Eva berterima kasih padaku. Tiba-tiba ada suara teriakan mbak Winda. ”Septi! Itu kamu?! Masyaallah itu Eva kenapa?!”panggil mbak Winda panik. ”Kami nggak apa-apa kok, ayo kerumah mas Dino! Eva ikut ya!”ajakku. ”Sep...Waaaaaaaaaa!”Eva ingin membantah tapi terputus karena keburu digendong oleh mbak Winda.

            Akhirnya, sesampainya dirumah mas Dino kami menceritakan semuanya. Mas Dino mengantarkan Eva kerumah sakit untuk mengobati kaki Eva, mbak Winda menelepon ibu Eva. Syukurlah... Semuanya sudah selesai... Tiba-tiba muncul gempa susulan lagi, saat itu aku sedang tidur. Namun terbangun. Seusai gempa. Aku ikut mas Dino yang ingin menyelamatkan warga setempat.

            Esoknya, di TV berita tentang gempa kemarin menjadi gempar. Aku ikut disuting karena sudah menyelamatkan warga yang tertimpa bangunan-bangunan rumah. “Pokoknya ini adalah kenangan yang tak pernah bisa kulupakan!” itulah kata-kata yang kukatakan ketika disuting.

            20 tahun kemudian….
Kini umurku sudah 26 tahun. Sekarang aku sudah menjadi seorang komikus terkenal dengan julukan ”Komikus Relawan”. Setiap ada bencana aku membantu para korban-korban. Dan setiap aku dijumpai oleh orang yang memanggilku ”Halo, komikus relawan!” Aku jadi teringat akan kejadian tanggal 13 April 2010 itu. Ya! Aku-lah KOMIKUS RELAWAN!


Letter for Indonesia's children from America's children and me!

        Sekarrini Bintang, itulah namaku. Teman-teman biasa memanggilku Sekar. Aku bersekolah di Amerika. Sudah 2 tahun aku bersekolah disana dari kelas 4 SD sampai kelas 5 SD kini. Hari ini Minggu, jadi aku libur sekolah. Kalau tidak ada acara tv yang kusuka aku menonton berita Indonesia. Aku menonton di TV, Masyaallah! Kasihan sekali, gempa berkekuatan 7,3 skala richter mengguncang negri asalku! Aku ingin menyampaikan rasa dukaku lewat sebuah surat. Ah, aku punya ide! Aku akan menulis surat itu besok disekolah, siapa tahu teman-teman lain tertarik dan ikut menulis surat untuk teman-teman di Padang.

            Esoknya, hari Senin. Saat waktu istirahat tiba, aku menulis surat dikelas sendirian. Kemarin aku mencari di internet daftar anak-anak yang terkena gempa di Padang. Kulihat ada anak yang sebaya denganku, ia berumur 10 tahun namanya Cut Laini. Kalian tahu, siapa itu Cut Laini? Dia kenalanku. Waktu kecil aku pernah bermain mandi bola, disana aku bertemu dengannya dan berkenalan denganya. Kulihat foto wajahnya sepertinya orang yang sama. Aku ingin mengiriminya surat. Ketika sedang menulis surat, temanku Meg menghampiriku dan bertanya ”What are you doing, Sekar? (Apa yang engkau lakukan, Sekar?)”, aku menjawab, ”I’m writing letter for my friend at Padang-Indonesia (Aku menulis surat untuk temanku di Padang-Indonesia)”. Meg terdiam sejenak dan mulai membuka mulutnya. ”Wow! Oh, I understand. Yesterday I also saw on the news. He said there was a big earthquake in Padang, Indonesia ya? I also want to send a letter, but I don't know them all who are victims…(Oh, aku mengerti. Kemarin aku juga melihat di berita. Katanya ada gempa besar di Padang, Indonesia ya? Aku juga ingin mengirimkan surat, tapi aku tidak tahu mereka semua yang menjadi korban)
Simak
Baca secara fonetik
”ia turut prihatin pada bencana disana. “Hem… I brought a list of names of children who are victims at Padang, Indonesia (Aku membawa daftar nama anak-anak yang menjadi korban di-Padang, Indonesia).”kataku mencoba mencari solusi. “Really (Benarkah)?!”tanya Meg. “Yeah, right (Ya, Benar)!”jawabku. “Oh, Thank you very much Sekar! I will teach other friends! (Oh, terima kasih banyak Sekar! Aku akan memberitahu yang lain!)”Meg berterima kasih.

            Akhirnya surat kami-pun sudah terkumpul banyak sekali! 1 orang tidak hanya mengirim ke 1 orang tapi ada yang mengirimkan ke 2 orang, bahkan 5 orang! Robert contohnya. Ia bilang ia sangat senang apabila surat-suratnya dibalas semua. Soalnya dia bilang juga dia sangat mencintai negri Indonesia. Dia mengetahui banyak tentang negara Indonesia, belajar dari ayahnya yang pernah tinggal lama di Indonesia. Kami-pun memasukkannya kedalam karung, dan memberikannya kepada pak pos.

            Sebulan kemudian… Barulah surat-surat kami dibalas. Ada yang tidak bisa bahasa Inggris jadinya membalas pakai bahasa Indonesia aku menjelaskan surat-surat yang dikirim dengan bahasa Indonesia. Pokoknya sangat seru deh! Akhirnya sejak itu ada yang menjadi sahabat pena, ada juga yang saling ngajar-mengajar, maksudnya yang di-Indonesia mengajarkan teman-temanku bahasa Indonesia yang di-Amerika mengajar mereka yang berada di-Indonesia. Ini menjadi kenangan yang sangat menyenangkan! Aku sendiri juga menjadi sahabat pena dengan Laini! Hehehe… .



*Nah itu dia ceritanya. Maaf kalau rada tidak mengerti ya..... sebenarnya di chapter kedua ada tulisan isinya adalah kan? maaf sebenarnya disitu aku bikin kotak berisi surat, tapi nggak bisa ku copy!

05/11/10

SpongeBob Mood Badge

SpongeBob Mood Badge: "Put the SpongeBob Mood badge on your page."